gambar ilustrasi
Pamekasan, Kanalmadura- bantuan sembako di Pamekasan dinilai amburadul. Pasalnya, banyak praktek di dalam program sembako yang disinyalir tidak sesuai dengan permensos No. 20 Tahun 2019 tentang BPNT dan pedoman umum program sembako 2020. Hal itu diungkapkan ketua Alpart Syauqi.
Dia mengatakan, pelaksanaan BPNT atau program sembako di kabupaten Pamekasan banyak ditemukan kejanggalan dan dinilai tidak mengikuti aturan yang berlaku, mulai dari penentuan KPM, pemilihan e_warung, sembako yang dipaketkan, tempat pembagian hingga supplier.
Syauqi menjelaskan, di lapangan masi banyak ditemukan persoalan, mulai dari banyak ditemukannya penentuan KPM yang dinilai tidak tepat sasaran dan juga ditemukannya e_warung yang tidak memenuhi syarat sebagai e_warung, "Penetapan e_warung itu bukan asal tunjuk, tapi ada mekanisme dan syarat-syarat yang harus dipenuhi, sehingga tidak ada istilah e_warung siluman dan e_warung dadakan seperti yang salah satunya terjadi di Desa pamaroh itu,". Ucapnya
Kebanyakan dari e_warung itu, lanjut dia, tidak langsung membeli pasokan sembako dari supplier, melainkan melalui sub supplier. Memang sub supplier boleh jika hanya untuk memastikan pasokan, kualitas dan harga sembako. Tapi jika sub supplier disitu menjadi orang yang mengambil pasokan dari supplier dan dijual kepada e_warung dengan dimonopoli harga, itu tidak boleh dan bisa dikenakan sanksi. "Lebih baik e_warung langsung memebeli dari supplier yang memiliki kualitas dan harga yang kompetitif, sebagaimana aturan yang ada," ujarnya.
Syauqi juga menjelaskan, Selain itu sistem paket yang selama ini dijalankan di sejumlah Desa di kabupaten Pamekasan dalam proses penyaluran BPNT itu juga menyalahi aturan. Karena di dalam pedum dijelaskan bahwa tidak boleh melakukan pemaketan bahan pangan dengan jenis dan jumlah yang telah ditentukan sepihak oleh e_warung atau pihak lain, sehingga KPM tidak memiliki pilihan. "Simpelnya saja kebutuhan setiap orang kan tidak sama mas, ya kalau dipaketkan begitu dengan tidak memberikan kebebasan kepada KPM untuk memilih sendiri itu kan namanya se enaknya sendiri, padahal program itu targetnya untuk membantu KPM bukan membantu agen, makanya di pedum diatur begitu," paparnya.
Dengan tidak menggunakan sistem paket, KPM bisa memilih sembako yang dibutuhkan dan dengan jumlah yang dibutuhkan. Tapi faktanya, setiap KPM yang melakukan pengambilan sembako itu sudah terpaketkan sehingga KPM tidak mendapatkan kebebasan untuk memilih dan uang yang terdapat di rekeningnya langsung terhabiskan sekaligus. "Di sejumlah Desa yang telah kami lakukan investigasi faktanya adalah KPM itu sekali gosok langsung menghabiskan uang yang ada di rekeningnya, karena sudah menggunakan sistem paket yang sudah di tentukan, sedangkan andai tidak dipaketkan KPM itu bisa menentukan sendiri jumlah nominal yang ingin mereka belanjakan di rekeningnya sehingga bila ada sisa bisa digunakan di bulan berikutnya, sesuai kebutuhan mereka masing-masing," tuturnya
Dari semua itu, Syauqi menilai bahwa timkor Kabupaten, Kecamatan dan Desa tidak berjalan sesuai kewenangan dan fungsinya. Dan aparat penegak hukum cenderung diam dan melakukan pembiaran, melihat maraknya praktek BPNT yang tidak sesuai dengan permensos ataupun pedum.*(swq)