(Yolies Yongky Nata, S.H.I,.M.Pd.I Ketua PPK Kecamatan Proppo Untuk PEMILU 2019 Divisi Perencanaan Data ).
Pamekasan, kanalmadura.com - Tuna Grahita Dalam Pemilu Adalah keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation). Anak tunagrahita memiliki IQ di bawah rata-rata anak normal pada umumnya, sehingga menyebabkan fungsi kecerdasan dan intelektual mereka terganggu yang menyebabkan permasalahan-permasalahan lainnya yang muncul pada masa perkembangannya, tuna grahita diartikan pula mengacu pada fungsi intelek umum yang nyata berada di bawah rata-rata bersamaan dengan kekurangan dalam adaptasi tingkah laku dan berlangsung dalam masa perkembangan
Tuna grahita sering pula di sebut dengan orang tidak waras alias orang kurang sehat akal otak nya , lebih ekstrimnya orang menyebut tuna grahita adalah sebagai orang gila ( sebutan yang sebenarnya tidak layak di sebutkan pada penyandang disabelitas tuna grahita tersebut ), tuna grahita ada yang memang sejak bawaan kecil dia sudah menyandang hal tersebut, ada pula yang di sebabkan oleh beberapa faktor ketika dia sudah dewasa seperti tekanan ekonomi, tekanan keluarga, tekanan lainnya yang menyebabkan dia mengalami hal tersebut.
Dalam pemilu 2019 banyak bereadar kabar jika pemilih penyandang tuna grahita bisa mengeluarkan hak suara mereka untuk memilih dan mencoblos di TPS – TPS, dan ini sangat menjadi berita yang sangat menggemparkan bahkan sudah viral di media sosial dan berita berita nasional. Berita tentang tuna grahita yang bisa mencoblos dan menentukan hak pilihnya untuk memilih presiden dan wakil presiden yang bisa menentukan nasib indonesia untuk 5 tahun ke depan menuai berbagai polemik bahkan banyak yang kontra, sebagian kalangan yang kontra terhadap hal ini karena kurangnya penjabaran tentang pemilih tuna grahita pada masyakarakat dan halayak banyak.
Sebelum di keluarkannya SE KPU RI no 1401/PL.02.1-SD/01/KPU/RI/2018 tanggal 13 November 2018 berita tentang pemilih tuna grahita seakan menjustifikasi bahwa penyandang tuna grahita tersebut berhak menentukan pilihannya dan mereka bisa mencoblos dan menentukan nasib masa depan bangsa kedepan. Hal inilah yang perlu di luruskan sehingga tidak menjadi obyek menyimpang dan dapat di manfaatkan oleh sebagian pihak yang ingin memanfaatkan momentum tersebut.
Orang dengan menyandang tuna grahita adalah orang yang tergolong sakit, sehingga ketika sakit seseorang tersebut sembuh, maka orang tersebut akan dikatakan sehat dari sakit. sakit kejiwaan adalah sebuah penyakit yang masih bisa di sembuhkan dengan medis. Sehingga kemungkinan sembuh dari hal tersebut sangat besar. Dan ketika orang tersebut sembuh dari sakit gangguan jiwa maka orang tersebut layak untuk memilih dan untuk menyalurkan haknya dalam PEMILU 2019.
Di keluarkannya SE KPU RI no 1401/PL.02.1-SD/01/KPU/RI/2018 tentang pendaftaran pemilih disabelitas tuna grahita adalah untuk menginfentarisir, mengindetifikasi dan mendata seberapa banyak orang yang menyandang tuna grahita dan seberapa banyak orang yang mengalami disabelitas grahita / tuna grahita yang sudah sembuh dari sakit tersebut, sehingga yang sudah sembuh maka bisa di masukkan ke data pemilih, pendukung orang trersebut di nayatakan sembuh tentu tidak hanya dengan ucapan saja tapi di dukung oleh keterangan dari dokter yang menyatakan bahwa orang tersebut sudah sembuh dari tuna grahita. Sehingga hak pilih mereka bisa di masukkan kedata pemilih dan bisa di jadikan sebagai pemilih memenuhi syarat. Sedangkan bagi yang masih sakit dan dinyatakan belum sembuh maka di masukkan dalam katagori pemilih tidak memenuhi syarat ( TMS ).
dengan adanya inventarisir tersebut maka sesungguhnya hanya untuk memastikan semua pemilih yang memenuhi syarat untuk memilih di pemilu 2019 bisa memilih semua dan hak mereka untuk menyalurkan suara bisa tersalurkan sehingga dengan hal tersebut dapat dicapai pemilu yang sesuai dengan harapan rakyat, pemilu yang merupakan hasil suara semua rakyat yang ada di indonesia.