Pamekasan, kanalmadura.com - selasa, 25/10/2016. Kemarin siang Kalangan dokter kini tidak segan lagi menyampaikan aspirasi mereka, bahkan dengan cara unjuk rasa sekalipun. Para dokter yang tergabung dalam organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Pamekasan, Senin (24/10/2016), berunjuk rasa ke kantor DPRD setempat, menolak program dokter layanan primer oleh Kementerian Keseharan dan Kementerian Riset dan Teknologi.
Mereka dokter menilai, program dokter layanan primer terlalu memberatkan beban dokter, karena masa pendidikan kedokteran menjadi lebih lama.
"Ini terlalu memberatkan, makanya kami menyampaikan aspirasi menolak program tersebut," kata Ketua IDI Pamekasan Syaifuddin.
Sejak Juni 2016, Kemenkes bersama Kementerian Riset Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengumumkan program DLP bagi dokter.
Dalam program pendidikan itu dokter diharuskan untuk menempuh pendidikan agar bisa berpraktik di layanan primer, selama dua tahun.
Dasar program ini adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan yang lebih baik dan profesional.
Selain itu, juga untuk melindungi masyarakat dengan pelayanan dokter yang berkualitas.
Namun, menurut Ketua IDI Pamekasan yang terkesan aneh dengan adanya program dokter layanan primer itu adalah seolah menyetarakan dengan dokter spesialis.
"Jadi, itu yang membuat kami para dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Pamekasan menyampaikan aspirasi ke DPRD Pamekasan menolak program tersebut," katanya.
IDI Pamekasan ini datangi ke kantor DPRD dengan membawa sejumlah poster dan spanduk yang berisi tuntutan mereka, yakni menolak program DLP.
Program studi dokter layanan primer (DLP) telah dibuka pada 1 September 2016. Program studi ini merupakan pendidikan kedokteran lanjutan dari program profesi dokter yang setara dengan jenjang spesialis.
Pendidikan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dokter agar mampu mengedukasi dan mengadvokasi masyarakat melalui sosialisasi yang diberikan para DLP kepada keluarga, sehingga pencegahan penyakit dapat dilakukan sejak dini.
Beberapa Universitas juga telah menyatakan kesiapannya membuka program studi ini. Antara lain Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, dan Universitas Padjajaran.
Permasalahan lain yang memerlukan perhatian yakni dukungan pembiayaan kesehatan yang masih di bawah standar pembiayaan profesi. Begitu juga pembebanan pajak alat kesehatan yang sangat tinggi dan mengakibatkan beban biaya di fasilitas kesehatan juga tinggi.
Harusnya Pemerintah diharapkan juga lebih fokus pada sarana dan prasarana pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang masih minim di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fokus kesehatan hendaknya lebih pada kebijakan sistem kesehatan, seperti Jaminan Kesehatan Nasional atau BPJS yang masih memerlukan harmonisasi sistem.
Aksi menolak program ini juga di gelar digelar si semua wilayah indonesia pada hari yang sama.
(adiss)